Cari Blog Ini

Minggu, 07 April 2013

Karakteristik Bahasa yang Mendukung Pengembangan Ilmu



Berdasarkan paparan-paparan di atas, sangat jelas bahwa bahasa peran bahasa sebagai media berpikir komunikasi sangat dibutuhkan dalam setiap aktivitas pengembangan ilmu. Akan tetapi tidak semua bahasa dapat digunakan untuk tujuan ini, bahasa yang dikembangkan oleh masyarakat yang tidak menjalani budaya ilmiah justru akan menghambat pengembangan ilmu. Rahmat (2005: 276) menjelaskan konsep-konsep dalam bahasa cenderung manghambat atau mempercepat proses pemikiran tertentu.
Diantara bahasa-bahasa di dunia, ada yang sangat mendukung untuk memikirkan masalah-masalah filsafat. Sebagian lagi sangat sesuai digunakan untuk membahas perdagangan. Ada juga yang sulit dipakai bahkan untuk memecahkan masalah-masalah matematika sederhana. Menurut
Suriasumantri (1990: 301) dalam kapasitasnya sebagai media komunikasi, bahasa berfungsi untuk menyampaikan pesan berkonotasi perasaan (emotif), pesan berkonotasi sikap (afektif), dan pesan berkonotasi pikiran (penalaran). Secara alami, tidak semua bahasa dikembangkan oleh penuturnya dengan memberikan porsi yang sama terhadap kemampuan menyampaikan ketiga jenis pesan itu. Masyarakat yang gemar mengembangkan ilmu pastilah memiliki bahasa yang baik dalam fungsinya sebagai media penalaran.
Unsur bahasa yang mungkin berperan paling sentral dalam fungsinya sebagai media berpikir dan media komunikasi adalah kata-kata. Dengan memahami makna kata-kata yang membentuk sebuah kalimat, meskipun dia tidak memahami struktur kalimat tersebut, biasanya orang bisa ‘menebak’ pesan yang disampaikan dengan tingkat akurasi yang baik. Sehubungan itu, kriteria utama bahasa yang mendukung pengembangan ilmu adalah bahasa yang kaya dengan kosa kata ilmiah, yang maknanya sudah disepakati paling tidak oleh para ilmuwan.
Peran penting kosa kata dalam berpikir dapat ditelusuri melalui kenyataan bahwa keterbatasan kosa kata akan membuat seseorang cenderung tidak berpikir logis, termasuk dalam menarik kesimpulan. Ilustrasi berikut, yang menggambarkan pengalaman Willy yang diakibatkan oleh kurangnya pemahaman terhadap kata ‘ibu’ dapat menjelaskan kecenderungan ini.

Willy, a six-year-old boy walked up to his father one day and announced, 'Daddy, I'd like to get married.'
His father replied hesitantly, 'Sure, son, do you have anyone special in mind?'
'Yes,' answered Willy. 'I want to marry Grandma.'
'Now, wait a minute,' said his father. 'You don't think I'd let you get married with my mother, do you?'
'Why not?' the boy asked. 'You married mine.'

Dilihat dari sisi kekayaan kosakata yang mendukung pengembangan ilmu, bahasa Inggris kelihatannya merupakan pilihan utama untuk dijadikan sebagai ‘linguafranca’ ilmiah bagi ilmuwan di seluruh dunia. Kekayaan kosa kata bahasa Inggris terungkap dari survey yang mengungkapkan bahwa bahasa Inggris memiliki sekitas 450.000 kata (1981); bahasa Prancis dan Rusia masing masing hanya memiliki sekitar 150.000 kata (1983); pada tahun 1991, bahasa Indonesia memiliki sekitar 72.000 kata (Huda, 1999). Dalam konteks pengembangan ilmu di Indonesia, meskipun bahasa Inggris memiliki unsur-unsur yang lebih lengkap untuk dijadikan bahasa ilmu, bahasa Indonesia ditetapkan menjadi prioritas utama dengan pertimbangan bahwa bahasa juga memiliki fungsi integratif, atau sarana untuk mempersatukan bangsa. Karena pilihan sudah dibuat, maka bahasa Indonesia harus didorong agar kaya denga kosa kata yang mendukung pengembangan ilmu.
Dilihat dari sisi ini, kondisi bahasa Indonesia, harus diakui, masih memprihatinkan. Sebagai contoh, meskipun sebagian orang sudah memberi pengertian yang berbeda kepada ilmu dan pengetahuan, di Indonesia istilah ilmu pengetahuan masih sering digunakan sebagai sebuah pleonasme (pemakaian lebih daripada satu perkataan yang sama artinya). Akibatnya, makna istilah ilmu dan pengetahuan menjadi kabur. Keadaan ini tidak berlangsung hanya di antara masyarakat awam saja, tetapi juga di lembaga-lembaga pendidikan. Pemberian nama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) merupakan beberapa contoh penggunaan pleonasme istilah ilmu pengetahuan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (2008) juga masih menggunakan pleonasme ini. Salah satu istilah yang didaftarkan di bawah kata ilmu dalam kamus itu adalah ’ilmu pengetahuan’ yang didefinisikan sebagai gabungan berbagai pengetahuan yg disusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat.” Bahkan LIPI, lembaga pemerintah yang dibentuk dan ditugaskan sebagai penggerak pengembangan ilmu di Indonesia masih menggunakan istilah ilmu pengetahuan untuk merujuk pada ilmu (science).
Tidak adanya pemahaman yang sama terhadap terminologi yang digunakan dalam wacana apapun jelas sangat merugikan, karena misinterpretasi akan timbul. Hal ini dapat dilihat dari contoh berikut.

Seorang mahasiswa Rusia yang kurang menguasai pemahaman lintas budaya disuruh menerjemahkan salah satu ayat dari Bibel: ”the spirit is willing but the flesh is weak”, yang bermakna “Roh memang kuat, tetapi tubuh lemah.” Sang mahasiswa menterjemahkan ayat itu ke dalam bahasa Rusia dengan makna ”the vodka is good but the meat is poor”.

Tidak ada komentar: